Oleh : Supriyamin H. Ismail (EMO) – Wartawan Lensa Pos NTB Perwakilan Dompu
OPINI: Dompu terbuat dari ketan, kelapa dan gula merah?. Sebuah kalimat yang (menurut saya) mengandung makna filosofi teramat dalam.
Mari kita telaah satu per satu dan menemukan filosofi dari ketiganya (ketan, kelapa dan gula merah) itu.
Ketan tidak sama dengan beras biasa. Beras pulut ini bersifat lengket laksana lem. Ketan mengandung makna filosofi berupa keakraban dan kekentalan dalam hubungan silaturahmi, persaudaraan serta persahabatan. Ketan memgajarkan kepada dou (orang) Dompu untuk selalu mengedepankan hubungan kekerabatan dan kekeluargaan dalam harmoni kehidupan bermasyarakat. Bila ada permasalahan dapat diselesaikan melalui musyawarah dan secara kekeluargaan tanpa perlu adu mulut apalagi adu otot.
Kelapa adalah pohon dengan seribu manfaat. Mulai dari akar hingga ujung daun semuanya bisa diambil manfaat bagi kehidupan. Akarnya kerap dijadikan ramuan obat tradisional kaya khasiat. Batangnya bisa dimanfaatkan untuk bahan bangunan. Pelepahnya dapat digunakan untuk kayu bakar. Janur kuning biasanya dimanfaatkan untuk pembungkus jajanan tradisional sejenis ketupat. Tulang daunnya dijadikan sapu lidi. Apalagi buah kelapa, banyak lagi manfaatnya bagi kehidupan. Kelapa muda disukai berbagai kalangan. Begitu pula kelapa tua bisa diambil parutan atau santannya untuk berbagai olahan makanan dan minuman. Oi ni’u (air kelapa) yang muda maupun tua sangat baik untuk dikonsumsi karena banyak manfaatnya bagi kesehatan tubuh. Demikian pula woro ni’u (kentos atau tumbung kelapa) sangat kaya manfaat bagi kesehatan. Bahkan sabut dan tempurung kelapa dimanfaatkan untuk aneka kerajinan yang bernilai jual tinggi. Masih banyak lagi manfaat dari pohon kelapa.
Kelapa memberikan pelajaran tentang hakikat kehidupan yang dapat memberikan manfaat bagi orang lain. Hal ini selaras dengan sabda Rasulullah SAW: “Khoirukum Anfa’uhum Linnaas (Sebaik-baik kalian adalah yang bermanfaat bagi manusia lain).
Pohon kelapa juga tidak mudah tumbang walau dihempas badai sekalipun. Dari pohon kelapa kita belajar ketegaran. Jiwa dan raga orang Dompu ditempa agar kuat menghadapi berbagai gelombang dan tantangan kehidupan. Hal ini juga mengandung makna bahwa orang Dompu tidak mudah terhasut oleh godaan dan fitnahan yang dapat merusak hubungan persaudaraan serta persahabatan. Orang Dompu diajarkan untuk tidak mudah memfitnah, menggibah, menghina, merendahkan dan mem-bully sesamanya baik di dunia nyata maupun maya.
Gula merah identik dengan manis. Gula merah bisa dibuat dari nira kelapa, aren, lontar maupun tebu. Bahan mentahnya dimasak dan kemudian dibentuk (dicetak) sesuai selera. Proses pengolahan gula merah ini mengajarkan tentang perjuangan yang pantang menyerah untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Warna dan bentuk gula merah sedap dipandang. Rasanya pun manis dan gurih. Hal ini mengandung makna filosofi bahwa orang Dompu itu memiliki kepribadian yang baik dan menyenangkan secara lahiriah maupun batiniah. Tutur katanya santun. Sikap dan tingkah lakunya pun menyenangkan bagi orang lain. Karakter ini mencerminkan kepribadian masyarakat Bumi Nggahi Rawi Pahu yang berbudaya.
Perpaduan ketan, buah kelapa dan gula merah oleh masyarakat Dompu biasanya dijadikan jajanan khas yang lezat cita rasanya dan telah berlangsung secara turun temurun. Timbu dan karencu dibuat dari ketan dan kelapa parut (santan). Ada lagi jena uri, waji (wajik), koca (klepon), kawiri, dan berbagai kuliner khas lainnya. Ketiga bahan tersebut mengandung makna filosofi harmonisasi kehidupan masyarakat Dompu yang harus selalu menjaga kesejukan dan kedamaian demi kenyamanan serta ketenteraman bersama dan terwujudnya masyarakat ma to’a labo tupa (taat atau patuh).
Secara kewilayahan, Dompu tidak ujug-ujug langsung terbentuk begitu saja menjadi sebuah kabupaten. Prosesnya sangat panjang dari masa ke masa. Dalam cerita tutur masyarakat Dompu bermula dari zaman Ncuhi yang kental dengan animisme dan dinamisme. Kemudian terbentuk kerajaan bercorak Hindu (dibuktikan dengan hasil eksavasi di Situs Dorobata oleh para arkeolog). Selanjutnya berubah menjadi Kesultanan. Setelah Indonesia merdeka, Dompu menjadi Daerah Swapraja di bawah Provinsi Sunda Kecil. Kemudian berubah status menjadi Daerah Swatantra dan selanjutnya menjadi Daerah Tingkat II yang dipimpin oleh Bupati dari masa ke masa hingga kini. Ibarat ketan, kelapa dan gula merah di atas, terbentuknya Kabupaten Dompu melalui proses panjang yang jelas penuh dengan tantangan dan hambatan. Namun berkat kebersamaan, kekompakan, kejernihan dan kelutuusan hati, keteguhan jiwa, semangat pantang menyerah serta perjuangan tak kenal lelah dari para pendahulu, akhirnya masyarakat Dompu yang hidup di era milenial kini merasakan hasilnya. Masyarakat Dompu kini bisa menikmati berbagai keberkahan hidup di Bumi Sumpah Palapa nan subur makmur ini. Patih Gajah Mada yang kesohor itu mengikrarkan Sumpah Palapa pada tahun 1258 Saka (1336 Masehi) yang berisi keinginannya untuk mempersatukan Nusantara di bawah Mapapahit dengan menaklukkan 10 kerajaan besar. Salah satunya adalah Dompo (Dompu). Kita harus bangga menjadi orang Dompu dengan menjaga dan melestarikan budaya-budaya positifnya. (Sumber: EMO Dompu)